Putra - Putri Kreatif Bangsa

Posted On 19.17 by Tabligh Alfarisyi |

Monumen sang Pemimpin
Soekarno merupakan seorang pemimpin besar, dan tokoh besar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Presiden pertama Indonesia ini memiliki cita-cita membangun Fundament Nation and Character Building yang diwujudkan dalam proyek-proyek mercusuar Soekarno. Proyek-proyek tersebut dimaksudkan sebagai representasi identitas bangsa Indonesia. Karya-karya mercusuar Soekarno dapat dilihat pada Gelora Senayan, Monumen Nasional, Masjid Istiqlal, dan lain-lain. Bangunan-bangunan inilah yang menjadi tonggak awal identitas arsitektur Indonesia.

Proyek-proyek mercusuar ini menghabiskan dana dalam jumlah yang besar sehingga menimbulkan kritik-kritik karena pada saat yang bersamaan ekonomi Indonesia masih sangat labil dan penuh dengan ketidakpastian. Meskipun demikian bangunan-bangunan yang didirikan pada masa Soekarno menjadi platform Arsitektur Indonesia. Agaknya untuk sampai pada kesimpulan apakah proyek mercusuar Soekarno adalah representasi identitas bangsa Indonesia dan identitas arsitektur Indonesia, perlu redefinisi dan kesepakatan terlebih dahulu seperti apa Indonesia dan seperti apa arsitektur Indonesia.

Terlepas dari pro-kontra seputar proyek mercusuar Soekarno yang menyebabkan inflasi hingga 600 %, menggusur tanah dan rumah warga Betawi, dan (disebut-sebut) menyengsarakan rakyat akibat alokasi dana kesejahteraan rakyat kurang diperhatikan, secara arsitektur, tidak akan terlihat entitas dan perspektif yang spesifik dari masyarakat, budaya, kepercayaan, patronage, dan sejarah lokal dalam proyek-proyek mercusuar Soekarno. Proyek mercusuar Soekarno, menunjukkan sikap yang paradoksal.

Di satu sisi, dengan slogan Nation and Character Building-nya Soekarno ingin membangun Indonesia yang tampak kuat dan besar sebagai bentuk perlawanannya terhadap kolonialisme dan imperialisme. Di sisi lain, penolakan terhadap hegemoni barat dilakukan dengan mengusung paradigma rasionalisme dan modernitas-progresif yang tetap menggunakan jargon-jargon dan ikon-ikon budaya dan arsitektur barat. Arsitektur modern diadopsi secara langsung sebagai bentuk perlawanan oleh rezim post-kolonial atau nasionalis .

METRO FILES : Monumen Sang Pemimpin – Sabtu, 19 Juni 2010 pukul 19.05 – 20.00 wib.


Inovasi Anak Negri

Benarkah bangsa Indonesia itu malas? Apa benar bangsa Indonesia itu tidak kreatif? Dua pertanyaan itu sering kali terlontar jika kita ngobrol dengan teman atau kolega terutama dari manca negara. Dua pertanyaan itu memang layak terlontar apalagi mengingat kondisi negeri kita yang hingga saat ini belum bangkit dari krisis dan makin carut marut. Ternyata di tengah situasi dan kondisi seperti itu, sejumlah pemuda Indonesia bertarung dan mengadu kreatifitas dalam ajang Black Innovation Awards (BIA) 2009 yang digelar perusahaan rokok Djarum. Kali ini Kick Andy akan mengenal lebih dekat para pemenang lomba kreatifitas itu.

Salah satu pemenang lomba BIA 2009 adalah Muhamad Rois Abidin. Pemuda kelahiran kota Blitar, Jawa Timur 23 tahun lalu itu tidak tanggung-tanggung mengirim dua karyanya sekaligus yaitu Cangkingz dan Bagcamp yang berhasil menang. Menurut Rois, ide membuat Cangkingz atau tempat membawa duren itu berdasarkan pengamatan sehari-hari di dekat rumahnya. Ia sering melihat betapa susahnya orang yang membeli duren itu ketika membawa pulang karena takut terluka karena durinya yang tajam. Dengan Cangkingz, buah duren bisa dimasukan dan ditutup kembali. Dengan demikian kita bisa membawa duren dengan nyaman. Sedangkan penemuan keduanya adalah Bagcamp. “Bagcamp adalah sebuah tas yang ketika dibuka bisa diubah menjadi sebuah tenda,” ujarnya menerangkan. Jadi tas ini menurut Rois, kalau mau camping tidak perlu repot membawa tenda.

Inovasi lainnya yang berhasil menang adalah “blind gaple”. Menurut penciptanya yaitu Arif Kurnianto, ia ingin agar saudara kita yang tunanetra bisa bermain gaple atau domino dengan orang normal. Kartu gaple-nya dibuat khusus yaitu dengan lubang-lubang sesuai dengan jumlah lambang domino. “Penderita tunanetra memainkannya dengan meraba kartu itu,” kata pemuda berusia 33 tahun itu. Sementara penemuan yang terlihat simpel namun menarik perhatian dewan juri adalah “templast”, yaitu tempat sampah plastik. Menurut penemunya, Bharoto Yekti, tempat sampah ini di dalamnya terdapat beberapa lingkaran berbagai ukuran. Masing-masing lingkaran itu diberi kantong plastik atau tas “kresek” untuk menampung sampah. “Melalui alat ini kita bisa dengan mudah memilah-milah sampah sesuai ukuran dan jenisnya. Sangat sederhana bukan?”, kata Bharoto meyakinkan. Memang menurut pengamatan dewan juri, Yoris Sebastian, “templast” memang sangat simpel dan sederhana. Walau kelihatan sederhana, manfaatnya ternyata sangat besar sekali. Karena sangat simpel dan sangat bermanfaat itulah yang membawa Bharoto Yekti, pria 28 tahun lulusan ITB itu mendapat tiket berangkat ke Australia untuk menjadi pengamat dalam lomba kreatifitas tingkat internasional. Ide dan kreatifitas para pemuda Indonesia dalam ajang Black Innovation Awards itu memang patut dihargai. Dengan ajang semacam ini akan selalu muncul ide dan kreatifitas yang sangat aplikatif sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat. Hanya saja peran serta pemerintah dan dunia usaha sangat diperlukan disini. Para inovator itu ternyata masih kesulitan mematenkan dan memasarkan hasil karyanya.

KICK ANDY : Inovasi Anak Negeri – Jum’at, 18 Juni 2010 pukul 21.30 – 23.00 wib "



Template by : kendhin x-template.blogspot.com